About this blog

TENTANG KOPAJA (KOmunitas Peduli Anak JAlanan)

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan) adalah komunitas yang bergerak dalam memanusiakan anak jalanan melalui pendidikan dan program-program pemberdayaan.

Pesantren Kilat Anak Jalanan (KOPAJA)

Komunitas Peduli Anak Jalanan (KOPAJA) memiliki salah satu misi untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa anak jalanan. Melalui misi KOPAJA yang satu ini kami mengajak dan merangkul seluruh masyarakat .

Kamis, 07 November 2013

Listening - Inteam - Jatuh Bangun

Komposer & Penulis Lirik: Aden Edcoustic

Duhai... Tuhanku
Jatuh bangun ku menghambaMu
Kadang cinta, kadang ku melupa...
Tega ku menyiksa hidup sendiri...

Duhai... Tuhanku
Untuk yang kesekian kali
Ku bersujud meminta kembali
Hati yang dipijar indah cinta Mu...


Tuhan...
Aku tanpa Mu, hidup ku menderita..
Sunyi hati, kelam jiwa bagai terpenjara

Tuhan...
Biar kan kini, aku dalam rahmatMu
Meski jatuh dan terbangun...
Ku tetap bertahan...

Rabu, 06 November 2013

CATATAN DIARY HATI NAYA

Inilah salahsatu tulisan saya yang belum terpublikasikan, dan belum teredit keseluruhannya.
Silahkan dibaca, dan silahkan dikomentari. terima kasih



     Aku dan Naya memang memliki kesamaan dalam hal menginginkan sesuatu. Baik berupa barang, pakaian, asesoris, dan apa lagi sampai model rambut pun kita samakan. Sejak kecil, aku selalu mengagumi sosok Naya, adikku yang cerdas lagi anggun dalam berpenampilan.

      Banyak prestasi yang telah dia dapatkan. Aku yang sebagai kakaknya begitu bangga. Tidak ada rasa iri di hati ini. Biarlah aku menjadi nomor kedua yang akan disanjung orangtua.

      Di jenjang perkuliahannya pun Naya selalu unggul. Hingga banyak lelaki melirik untuk dijadikan pacar. Tetapi adikku ini sangatlah hati – hati dalam pergaulannya. Apalagi dia sudah menggunakan jilbab setelah lulus Sekolah Dasar. Semakin cantik saja wajah itu. Apalagi daster muslimahnya yang dia kenakan sungguh indah dan anggun di mataku. membuatku makin sayang padanya - adikku yang bak bidadari itu.

      Adikku Naya, dia banyak sekali memberikanku pelajaran berharga. Baik dalam memberikan arahan ilmu agama, sampai berperilaku pun dia selalu mengingatkanku.
      Memang dalam segi keinginan, kita sama. Tetapi dalam segi cara mencintai seorang kita berbeda. Aku yang sebagai perempuan biasa ingin sekali memiliki lelaki untuk menjadi pacar ataupun sebagai pasangan hidup. Namun hingga sekarang belum ada yang pas buatku. Hingga pada akhirnya aku menemukan lelaki yang mungkin pantas untukku. Lelaki itu begitu wibawa. Namun berpenampilan sederhana. Firman, itulah namanya. Ketua ROHIS di kampusku ini memang sudah banyak menarik perhatian gadis – gadis. Dari yang berjilbab, hingga yang tidak berjilbab, semua mengejar untuk mendapatkannya. Luar biasa bukan!,
Sedangkan perasaan Naya terhadap lelaki membuatku bingung. Lelaki seperti apakah yang bisa membuat hati adikku ini luluh. Aku semakin penasaran.

      Di kampus, Naya begitu aktif di organisasi berbasis kerohanian. Begitu juga Firman. Setiap ada kegiatan keagamaan, mereka bedua pastilah menjadi salah satu panitianya. Disetiap kegiatan, Firman selalu membantu pekerjaan Naya. Mengingat Firman merupakan ketua ROHIS, aku yang melihatnya hanya beranggapan biasa saja. Cemburu itu mungkin telah ada, tapi bagiku biasa saja.

     Selama aku bersama dengan Naya, belum pernah aku mendengarnya membahas seorang pasangan hidup. Mungkin adikku ini belumlah siap untuk menjalin kasih dengan seorang.

     Pernah aku menanyakannya“De, perasaan Mbak, kamu belum pernah menyebutkan satu nama pun seorang laki – laki yang mungkin kamu anggap spesial?”

     “Ah Mbak Ifah, biasa aja. Dede belum ada bahasan ke sana” jawabnya sambil membaca sebuah buku novel karya Habiburrahman El-Sirezy.
     “Emangnya kenapa, padahal kamukan cantik loh De, yang pasti banyaklah laki – laki diluar sana yang tertarik dengan kamu. Lagi juga nggak apa – apakan merasakan yang namanya jatuh cinta”
Naya hanya bisa tersenyum padaku. senyumannya itu, membuatku penasaran akan tentang dirinya.
Dulu gadis itu begitu tomboy, berteman dengan laki-laki adalah hal yang sudah terbiasa. Menginjak Sekolah Menengah Pertama, terlihat gadis itu adalah tipe yang periang, dan juga masih saja tomboy. sudah lebih dari lima laki – laki yang di ajaknya berkelahi. luar biasa bukan, tapi itulah Naya semasa kecilnya.

     Pernah ketika di rumah, Naya sempat berkelahi dengan Rudi, anak tetangga sebelah. Aku sendiri melohok saja melihat Naya berkelahi.. Cuma gara – gara kalah main bola dari kelompok Rudi, langsung Naya mengajaknya berkelahi, tapi nyatanya Nayalah yang menang.
    Tapi ketika masuk ke Perguruan Tinggi dan berteman dengan orang – orang yang beragamis, adikku berubah seratus delapan puluh derajat. Dari segi penampilan berbusana, sikap dan tata kramanya, hingga akhirnya Naya memberanikan diri memakai jilbab hingga sekarang.
    Namun apa mungkin, sifatnya yang tomboy itu masih ada hingga sekarang. Atau karena karakter serta penampilan barunya itu membuat adikku Naya belum memikirkan atau merasakan yang namanya jatuh cinta terhadap seorang laki-laki.

***

    Di kampus, Firman membuatku semakin menyukainya saja. Sosok yang taat agama, apalagi rajin ibadahnya. Menjadi idaman banyak perempuan muslimah pada umumnya. Menjadi sosok yang bisa membimbing seorang isteri - Menjadi Imam dalam keluarga.
    Terlintas dalam fikiranku untuk bisa mencoba mendapatkan nomor ponsel Firman, dan akhirnya aku mendapatkannya dari adikku, Naya. Mungkin aku yang sebagai perempuan biasa, tidak mungkin mempunyai harapan untuk bisa mendapatkannya. Minimal berbicara dengannya bagiku adalah hal yang menyenangkan.
    Malam itu, aku tuangkan perasaanku pada adikku, Naya. Dengan semangat bergebu – gebu aku menceritakan perasaanku dengan detail sekali. Adikku ternyata seorang pendengar yang sangat setia. Aku semakin semangat saja. Naya mendengarkan, tersenyum dan mengangguk – ngangguk paham.
    “Ternyata Mbak Ifah sangat mencintainya ya, aku yang sebagai adik mbak akan selalu mendukung” katanya dengan mantap.

     “Benarkah itu de?, duh, Mbak jadi senang banget!” ujarku penuh semangat.
Malam itu, aku memandang langit bertabur bintang penuh harapan bersama adikku, Naya.
     “Cinta itu indah ya De, bagai cahaya rembulan yang begitu romantis dipandang.” Dengan jilbab birunya yang panjang tersibak angin malam dia tersenyum padaku, namun pekatnya malam tidak bisa menipu pandangan mataku. Naya menitikan air mata.

      Aku tidak mengerti dengan kejadian semalam itu. Kenapa adiknya menangis. Hatiku mulai gundah. Takut ada sesuatu yang terjadi dengan Naya.

      Selepas pulang dari kampus, aku langsung menemui Naya. Ingin sekali aku mengajaknya makan bersama, dan saling tukar pikiran. Sekejap, aku langsung menuju ruangan kelasnya, namun tidak ada. Akhirnya aku menuju ruang ROHIS. Ternyata Naya ada di sana, bersama dengan Firman, berdua dalam satu ruang.
     Aku memperhatikan dari luar ruangan. Mereka sedang membicarakan sesuatu. Sesuatu yang sangat intens. Firman hanya menunduk saja. Sedangkan Naya sedang menjelaskan dengan sangat serius. Hanya beberapa menit saja pembicaraan itu selesai, dan Naya langsung keluar ruangan. Tanpa disadarinya, aku sudah menunggunya di balik pintu luar. Naya langsung kaget melihatku sudah berada di pintu. Begitu juga Firman, dia hanya memandangiku tanpa bergerak sedikitpun.

    Di kantin, aku menanyakan apa yang Naya lakukan di ruangan itu bersama Firman, tapi Naya hanya terdiam sambil menyuapi makanan ke mulutnya, dan tersenyum padaku; Aku semakin penasaran.

***

    Sidang Skripsiku berjalan lancar. Alhamdulillah, aku mendapat predikat Cumload!. Aku begitu besyukur kerja kerasku selama berkuliah tidak sia –sia. Sesampai di rumah, aku langsung memeluk kedua orangtuaku, begitu juga dengan Naya. Dia juga akan disidang tahun depan.
    Kami langsung merayakannya di luar bersama teman – teman, Naya pun aku ajak ikut. Firman juga ada di sana. Lagi – lagi adikku ini sungguh tidak bisa ditebak. Berdiam diri memisahkan diri dari kerumunan teman-temanku hanya untuk melihat – lihat panorama pantai. Aku yang begitu kasihan melihatnya langsung mengajak bergabung kembali.

     Semenjak kelulusan, aku dan Firman ternyata sudah saling berdekatan. Saling berbicara tentang banyak hal. Naya-lah yang mendekatkan aku dengan Fiman. Betapa bahagianya aku memiliki adik sepertinya. Kali ini, aku tidak mau kalah oleh adikku sendiri. aku telah memutuskan memakai jilbab juga. Betapa bangganya aku menggunakannya. Ternyata kehawatiranku tentang mengenakan jilbab hanya pemikiran yang salah. Takut gatallah, gerah, bikin pusing, dan malah hampir terlintas, takut kurang cantik dipandang, tapi kenyataannya sebaliknya, nyaman, dan pasti cantik sekali.

    Setiap kali jalan – jalan dengan Firman, aku selalu mengajak Naya bergabung. Karena aku mulai tahu tentang batasan antara laki –laki dan perempuan di mata Islam itu bagaimana. Berkholwat (berduaan tanpa mahromnya) maka yang ketiganya adalah setan. Naya dan Firmanlah yang mngajarkanku segalanya.

***

   Hari yang aku nantikan akhirnya tiba, sesuatu yang sangat aku tunggu. Bahagianya aku, Firman akan melamarku, hari ini tepatnya ketika dia akan berjanji akan melamarku lima hari yang lalu.
    Aku sudah tidak sabar lagi, dengan wajah yang merona dan mataku yang sudah berpijar pijar bagai bintang kejora. Aku langsung menyuruh kedua orangtuaku mempersiapkan segalanya nanti. Dari penyambutan, hingga acara inti. Harus sudah direncanakan matang – matang. Hari itu aku memang super sibuk. Bagaimana nanti kalau mau nikahnya, lebih sibuk dari sekarang ini.

    Aku mencari Naya, namun belum ketemu. “Kemana adikku ini. Padahal kemarin sudah aku kasih tahu kalau sekarang kakaknya akan dilamar oleh seorang laki – laki yang sejak dulu di idam – idamkan banyak perempuan di kampusnya. Betapa beruntungnya diriku ini.” Batinku terus menyahut kegirangan.
    Di ruangan lain tidak ada, dapur tidak ada., hingga akhirnya di kamarnya pun tidak ada. Kemana dia. Oh Naya, ada apa sebenarnya dengan dirimu. Tiba – tiba mataku tertuju pada sebuah buku diary kecil milik Naya di atas meja belajarnya. Buku itu masih terbuka. Rupanya semalam Naya menulis sesuatu di buku diary-nya. Aku lalu melihat dan membacanya.

    “Apa!?, tidak mungkin….” aku yang membacanya tidak kuat lagi membendung air mata ini. Badanku lemas seketika. Tersungkur duduk bersandar pada lemari pakaian adikku.
     ‘Adikku, adikku Naya……..selama ini mencintai Firman’.

      Aku mulai mengumpulkan tenaga untuk bisa bangkit dari kenyataan ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Naya ternyata mencintai Firman, dan begitu juga sebaliknya, Firman pun mencintai Naya. Jadi selama ini, aku telah memisahkan cinta mereka. Kini sudah jelas sudah, kenapa Naya waktu itu menangis. “Aku telah berbuat jahat, aku telah berbuat jahat!” Jerit hatiku sangat keras. Jilbabku tidak tertata rapih, rambutku terurai bebas. Aku mulai menjabaki rambutku. Aku telah berbuat jahat pada Adikku sendiri. Oh Naya, maafkan kakakmu ini yang telah merebut kebahagiaanmu.

    “Aku, aku harus bagaimana” isakan tangis semakin kencang. Aku harus genggam apapun untuk bisa berdiri.

    Buku diary Naya aku taruh kembali pada tempatnya. Tanganku begitu lemas sekali. Jangan sampai Naya tahu bahwa aku ada di sini apalagi sudah membaca buku diary-nya. Aku pun bergegas keluar dari kamar dan merapihkan pakaian beserta jilbabku.

   Diruang tamu, ternyata Naya sudah ada di sana bercengkrama dengan ayah dan Ibu. Aku langsung cuci muka untuk menghilangkan muka sedihku ini. Aku harus nampak segar, bahagia dihadapan Naya dan orangtua.

    Semua sudah berkumpul, semua sudah disiapkan. Akhirnya yang ditunggu datang juga, Firman beserta kedua orangtuanya dan juga adik perempuannya telah ada didepan pintu rumah. Naya segera mempersilahkan masuk rombongan keluarga tersebut. Firman nampak ganteng sekali dengan pekaian kemeja yang dia kenakan. Sesekali aku mengagumi ketampanannya dan juga wibawanya. Tapi…aku melirik adikku yang dari tadi hanya bisa tersenyum. Sepatah kata pun aku belum dengar dari lisannya. “Ya Allah, tanpa sadar aku telah menyakiti hatinya!.” Batin ini terus menjerit.

    Tibalah pembicaraan antar keluarga dimulai. Awalnya pmbicaraan yang ada hanya basa – basi saja hingga Ayah Firman mulai menyatakan niat kedatangannya pada kedua orangtuaku. Aku mulai gugup. Ada rasa bahagia namun kesedihan yang aku rasakan sangatlah begitu terasa.

    “Saya beserta keluarga berniat atas kedatangan kemari bukan bermaksud bertamu saja, tapi kami ada maksud berniat untuk keperluan lainnya juga, yaitu, mewakili niat anak kami, Firman untuk melamar anak perempuan Bapak yang bernama Afifah Widyanti. Sekiranya Bapak dan Ibu Afifah bisa memaklumi kedatangan kami” tutur Bapak Firman dengan tegas dan tenang - Aku mulai gelisah.

    “Ya, terima kasih atas penuturannya, kami sangat menghormati kedatangan sekeluarga, khususnya Nak Firman yang tampan serta gagah ini untuk melamar putri kami, Afifah. Tapi, kami hanya mendukung kelancaran acara ini, dan selebihnya kami serahkan pada putri kami yang lebih tau jawaban atas apa yang Bapak Firman tuturkan – ayo Nduk” tutur Bapakku dengan santunnya.
    Aku gugup, bingung, hanya diam kaku saja dihadapan mereka yang sedang menantikan jawabanku, khususnya Naya, adikku - akhirnya aku berbicara.

    “Bismillah…a….a..aku. Aku menolak lamaran Firman”

     Bagai Guntur di siang hari, semua terkaget-kaget dan terheran-heran mendengar jawaban atas ajuan pertanyaan lamaran Firman. Apalagi Naya, dia sungguh tidak percaya apa yang barusan aku ucapkan.
    “Apa yang Mbak Ifah ucapkan, Naya, Ibu, dan Bapak sungguh tidak mengerti jalan pikiranmu Mbak” Naya mengelus-elus dadanya tidak percaya. Sedangkan Firman hanya terdiam saja. Bingung ingin berkata apa.

    “Maaf semuanya telah mengcewakan, khususnya keluarga Firman. Ada hal yang ingin aku tanyakan pada kamu Firman” seketika Firman terkejut.

     “Ya, apa itu, Ifah?”

     “Apa Kamu selama ini mencintai Adikku, Naya. Jawab saja yang jujur. Aku tidak marah? Aku mencoba terus tersenyum dan ikhlas.

      Hening seketika, semua mata tertuju pada Firman.

     “Iya, aku mencintainya” keluargaku dan keluarganya hanya bisa menjadi penonton serta pendengar dari peristiwa yang sedang terjadi ini.

     “Dan, kamu Naya…Mbak tau kamu mencintai Firman, Mbak sudah tahu, sayang. Buku diary-mulah yang telah memberi tahu Mbak. Dan Mbak sudah tahu kenapa waktu itu kamu berdua saja di ruangan kelas. Kamu memaksa Firman untuk mencintai Mbak, bukan” menitilah air mata ini. “Naya, adikku yang Mbak cintai, seharusnya kamu jujur pada Mbak soal kamu mencintai seorang!” aku mencoba tegar.

       Naya hanya bisa terdiam dan menangis, lama kemudian kami berpelukan.

      “Maafkan Naya ya Mbak, Naya sudah tidak jujur pada Mbak” aku menyusutkan air matanya dengan jemariku.
      “Iya tidak apa-apa De, Nah sekarang, kamu harus siap-siap dilamar ya” Aku tersenyum padanya. Dia kaget tapi mampu diredam. “I…iya Mbak”

      Akhirnya Firman melamar Naya. Pernikahannya pun berlangsung lancar. Aku sungguh bahagia melihat Naya begitu cerianya, dia memperlihatkan sosok seorang perempuan yang luar biasa bagi diriku.

***

    “Mbak, aku sudah tidak sabar nih” ujarnya penuh semangat. Aku mencubit pipinya gemas. Kami sedang duduk diatas lonteng rumah orangtua kami. Tempat yang nyaman untuk bisa melihat rembulan sambil bercerita dari hati ke hati.

    “Rembulan malam ini indah sekali ya De”

    “Iya Mbak, lebih bercahaya dari pada sebelumnya. Seperti mbakku ini loh. Besok Mbak sudah siap?”
    “Ah, kamu bisa aja De” aku tertawa sambil bercanda dengan Naya ”Insya Allah sudah De, doakan yang terbaik ya untuk Mbakmu ini” aku tersenyum sambil memandang rembulan.

   Aku sudah menanti akan kedatangan hari esok. Namun hari ini aku akan berpuas diri dengan cahaya rembulan yang telah memberikan semangat baru bagi diriku. Ya, besok aku akan dilamar. Akhirnya akan tiba waktunya untukku. Terima kasih Naya, engkaulah cahaya rembulan itu, sayang.
End.

Penulis : Azmi Syihabuddin Nur.
Nama Pena : Ahmad Khoirul Zulfithor

ENGKAULAH BIDADARI ITU, SAYANG

Alhamdulillah tulisan saya ini Pernah diterbitkan oleh penerbit Hasfa Media dalam antalogi Bunga Serampai - SERINGKUH


berjalan empat tahun kehidupanku sebagai seorang isteri dari seorang suami yang di jodohkan orangtuaku. Dikaruniai tiga orang anak membuatku semakin bekerja keras mengurus segala kebutuhan rumah tangga ini. Suamiku yang hanya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik belumlah mencukupi segala kebutuhan; apalagi ketiga anak kami semuanya sudah bersekolah.

Akupun bekerja serabutan sebagai tukang cuci pakaian ataupun sebagai buruh cuci piringpun; demi keluarga aku tidak peduli. Aku sangat mencintai suamiku. Walau dijodohkan oleh kedua orang tua kami masing – masing tapi aku sudah belajar untuk mencintainya; hingga kini aku selalu mendukung dan menyemangatinya ketika dia dalam kegundahan maupun kebimbangan dalam mengambil keputusan. Masukan demi masukan aku berikan dengan penuh kasih sayang dan tulus. Anak – anak juga demikian, aku yang sebagai ummu darosah; pendidik sekaligus Ibu bagi mereka di rumah; mereka membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih. Dipernikahan kami yang ke empat, terasa kerenggangan di antara aku dan suami.

Tidak seperti awal pernikahan dahulu, kecintaan suamiku begitu sangat terasa. Perhatiannya padaku begitu melekat apalagi dengan sentuhan kata – katanya yang puitis, perempuan mana yang tidak tunduk hatinya. Setiap hari bila keluar selalu bersama – sama. Bergandeng tangan seperti orang yang sedang berpacaran pada umumnya. Bagiku sosoknya adalah tipe yang bertanggung jawab dan komitment terhadap keluarga. Namun ada keraguan muncul begitu saja. Ya Allah, aku mencintainya.

 ***

Ponsel suami tiba – tiba terdengar olehku. “Rupanya suami lupa membawa ponselnya ke tempat kerja” ujar batinku. Sepuluh pesan terlihat belum dibaca oleh suamiku. Aku yang penasaran ingin sekali melihatnya. Takut – takut ada berita penting yang seharusnya suamiku tahu.. Tapi karena penasaran aku membukanya. Betapa terkejutnya aku terbelalak mataku melihat siapa pengirimnya dan begitu juga isinya.

Lima pesan terkirim semalam, sedangkan sisanya subuh tadi.

Hai sayang kamu sudah makan belum?
Aku kangen nih say, kamu kemana sih?
Liburan kita jalan – jalan yuk, sekalian beliin aku baju yang bagus.

Membaca beberapa pesan saja sudah membuat badan ini terkulai lemas. Aku tidak menyangka ada perempuan lain di hati suamiku.

“Kurang apa diriku ini” batinku menjerit.

Aku menyangkal selama empat tahun ini aku sudah memberikan konstribusi lebih banyak kepada suami, dukungan moral dan semangat selalu aku sematkan kepada suami. Pekerjaan tambahan demi menambah pemasukan aku jalani karena aku tidak menyesal menikah dengan dirinya, karena aku tahu suamiku adalah suami yang terbaik dari Allah yang pantas aku cintai. Akupun langsung mempertanyakan tentang pesan tersebut kepada suamiku. Namun jangan sampai anak – anak tahu tentang apa yang terjadi. Yang pasti akan menghancurkan harapan mereka terhadap keluarga ini.

“Mas, apa maksud dari pesan ini?” menyodorkan ponsel padanya. Dia melihatnya, dan hanya bisa menghela nafas panjang dengan masygul.

“Saya tanya sekali lagi Mas, ini maksudnya apa, dan siapa Rani itu? Kekasih Maskah?” tubuh ini bergetar, bulir – bulir air mata ingin rasanya tumpah ruah ingin menangis sejadinya. Tapi demi ketegaran, demi kebenaran, aku ingin mendengarnya terlebih dahulu dari llisan suamiku.

Dia hanya terdiam mematung menatap air mataku yang ingin jatuh. Akhirnya dia angkat bicara.

“Dia mantan pacarku waktu SMA, kami sudah berhubungan sebelum kita menikah” Air mata tumpah seketika, aku menjerit – jerit sejadinya. aku tidak percaya, empat tahun bersama ternyata diam – diam suamiku menghianati cintaku.

Jadi selama ini aku mencintai seorang yang tidak pernah memberikan cintanya dengan tulus. Lalu untuk apa aku mencintainya.

***

Sebulan lebih kami tidak saling berbicara. Menegurpun saja tidak. Ketika makan bersama dengan anak – anakpun hanya menampangkan wajah dingin diantara kami. Aku tahu anak – anak sudah mulai curiga dengan kami; kadang mereka bertanya ada apa dengan kami, aku hanya menjawab, “tidak ada apa – apa” memberikan senyuman bagiku adalah cara tepat untuk mengurangi kecurigaan yang berlebihan dari mereka.

 Aku perhatikan ponselnya masih saja berdering di tangannya. Sambil menyembunyikan ponselnya dia membalas pesan itu. Aku tahu, dia masih berhubungan dengan gadis tersebut. Ini sudah menjadi keputusan bulatku. Tidak ada petimbangan lagi. Hanya saja anak – anak, mereka masih membutuhkan sebuah kasih sayangnya.

Sebuah keluarga yang utuh adalah dambaan mereka, tapi itu mugkin tidak bisa terwujud. Hati ini sudah terkhianati dan tersakiti. Biar aku yang menanggung segalanya tentang anak – anak nantinya. Suamiku sedang duduk di depan teras.

Aku bersiap mengutarakan keputusanku padanya. “Saya ingin cerai Mas” suamiku hanya terdiam sambil tersenyum padaku. Aku yang melihatnya menjadi bingung bercampur kesal. “Kenapa Mas tersenyum begitu, apa mungkin Mas sudah menungu saat ini?” bentakku di hadapannya, namun dia tidak bergeming. Tanpa disadari dia sudah berdiri dihadapanku dan memelukku dengan eratnya.

“Maafkan Mas. Mas sudah mengkhianati cinta Dinda. Tolong, beri Mas kesempatan kedua untuk bisa merajut cinta kita menjadi utuh selamanya.” Dia menangis.

“Lalu bagaimana dengan gadis itu Mas, apakah Mas sudah lupa?”

“Mas sudah tidak berhubungan dengannya lagi, dia hanya masa lalu Mas”

“Mas aku mencintaimu”

“Mas juga Dinda” isakan tangisnya terdengar di telingaku. Aku yang awalnya begitu marah tiba – tiba saja luluh begitu saja mendengarnya. Suamiku berbicara tulus, dari hatinya aku tahu itu. Dia mencium keningku.

“Engkaulah bidadari itu sayang” Aku memandangnya lekat – lekat, ponselnya berdering kembali.

(196 KATA)

Tentang saya : AHMAD KHOIRUL ZUL FITHOR adalah nama pena dari AZMI S.N yang juga merupakan nama Facebooknya. Biasa akrab dipanggil AZZAM oleh teman-teman. Beralamat di Jl. Dewi Sartika Bekasi Timur, Kota Bekasi. Masa SMP pernah dididik di sebuah Ponpes Pesantren Modern di Sumedang bernama Ponpes Modern Al-Aqsha yang bertempatkan di daerah jatinangor. Lulus SMA di Bekasi. Aktifitas sekarang adalah menulis, karena menulis sudah disukai dari waktu masih kecil. Beberapa puisi dan cerpen sudah diikutkan ke beberapa lomba termasuk antologi, dan pada tahun 2010 bergabung dengan FLP Jakarta untuk mengembangkan bakatnya untuk menjadi seoarang penulis Profesional sebagaimana yang dicita-citakannya.

Rabu, 24 Juli 2013

Persembahan Cinta (Dari Sahabat Kopaja Äisyah Lsety Lina")

Setiap hela nafas terbias bahagia
Menghirup aroma kebaikan yang makin dekat tercerna
Rintik gerimis kesyukuran pun mengalir penuh suka
Mendamba diri selalu bersama kalian di jalan-Nya



Teruntuk Sahabat sahabat Seperjuangan:


 

Hujan masih berbaris, menunggu waktu untuk menyapa penghuni bumi dengan senyum terindah yang mereka punya. Saya tertegun menatap satu persatu lembar demi lembar foto yang tersimpan rapi dalam memori.

Setahun lalu, kita tak pernah berkata sama. Setahun lalu, Saya, Anda, dia, mereka, masih berpencar dalam pendar menuju-Nya. Titik titik kesyukuran menyeruak setelah perlahan kita menjadi sebuah ikatan dalam setangkai mawar persahabatan. Membentuk komunitas, dalam kesamaan visi memajukan pendidikan anak anak terpinggirkan.

Saya bersyukur Allah mempertemukan kita dalam naungan ukhuwah dan jalan yang sama. Kita yang tadinya tak saling mengenal. Kita yang tadinya mungkin saja pernah berpapasan, dan tak pernah bertegur sapa, akhirnya berjalan beriringan menuju keridhoan-Nya lewat anak anak kecil bermata telaga itu.

Kalian, komunitas yang insya Allah akan selalu dianugerahi rahmat, berkah, dan hikmah hingga nanti, entah apakah kita masih bisa begini atau berpisah pada masanya. Dan yakinlah pada suatu pendapat, bahwa sebenarnya kita telah berteman jauh sebelum kita menyadarinya.

Ya, kita sudah ditautkan dalam untaian pertemanan oleh Allah, mungkin dalam Lauhul Mahfudz, dicatat dengan indah untuk mengemban amanah membimbing anak anak kecil bermata telaga itu menuju kehidupan yang lebih baik. :')

Alhamdulillah. Berjuta sujud tak mampu melukiskan betapa hebat takdir Allah mempertemukan kita dalam pertemuan yang indah, kisah yang indah, dan insya Allah, persahabatan yang indah hingga ke jannah-Nya. Aamiiin.

Terima kasih, atas kesempatan yang Engkau berikan, duhai Penguasa Hati, agar menjaga hati kami dengan menjaga hati hati kecil lainnya untuk berjalan di jalan yang Kau ridhai. Semoga amanah ini bisa kami tunaikan dan kami laksanakan dengan baik. :')

Teruntuk kalian, sahabat sahabat seperjuangan. Terima kasih atas semuanya. Maaf, tidak bisa saya ungkapkan dengan kata kata. Kalian mengajarkan begitu banyak hal pada diri yang papa ini. Tentang arti menerima, memberi, berbagi, dan peduli, menjaga hati, meluruskan hati, dan memelihara diri dari yang tak seharusnya melekat dalam nurani.:')




Keep istiqomah di jalan ini ya, sahabat sahabat pengajar di KOPAJA. Mungkin ini jejak yang bisa saya tinggalkan, dan mungkin bisa jadi kenang kenangan saat kita ditakdirkan berpisah untuk sebuah skenario lain yang lebih indah dari Allah.:')

Teruntuk adik adikku, Anak Anak Kecil Bermata Telaga

 



Belum menulis, dan air mata sudah mengalir mengingat betapa bahagia mata kalian melihat kedatangan kami. Membawa setitik kecil ilmu yang mungkin bisa membawa kalian menuju kehidupan yang lebih baik, khususnya di bidang pendidikan.

Bahkan, hujan deras pun kadang tak menyurutkan langkan menuju mushala kecil di lapak pemulung tempat kalian menimba ilmu bersama kami. Mushala kecil di rumah kalian, Lapak Pemulung.

Hati terenyuh mengingat betapa seorang Asep yang tadinya ngotot tidak mau ngaji, akhirnya luluh, dan berani belajar a ba ta tsa. Sementara teman teman lain yang berumur di bawahnya sudah sampai iqra' 3 sampai 6. Tidak malu untuk bertanya huruf Alif seperti apa. Tidak sungkan meminta bantuan membacakan surat pendek agar bisa dihafal saat shalat, karena ia selama ini malu bertanya kepada orang lain.:')

Tekad hati untuk jeda dan perlahan menjauh untuk menyiapkan diri agar siap berpisah dengan kalian pun runtuh mendengar cerita teman teman lain tentang tingkah polah kalian selama PKBM berlangsung. Kadang lucu, menggemaskan, atau kadang menyebalkan. Yah, itulah dunia kalian. Dunia anak anak. Dan diri harus mengakui, diri ini belum bisa meninggalkan kalian, pergi begitu saja tanpa pamit dan kesan mendalam.

Saya masih mencintai dunia kalian. Dunia yang berisi anak anak kecil bermata telaga penuh pengharapan bahwa diri dan teman teman pengajar lain adalah seorang pahlawan. Yah, pahlawan. Setidaknya pahlawan untuk membuat pendidikan lahir dan batin kalian menjadi sedikit lebih baik. 

Bukan banyak? Belum. Kami memang belum bisa memberikan banyak. Karena yang bisa memberikan banyak hanyalah Allah. Kami hanya ingin mengatakan, betapa kalian telah terlanjur mengakar dalam hati, sebagai sebuah intan yang harus kami jaga, kami bimbing, dan kami bantu semampu kami menjadi insan yang bermanfaat. Untuk siapa saja yang membutuhkan kalian di masa depan.

Teruntuk kalian, anak anak kecil bermata telaga. Yakinlah, kami akan tetap bertahan, terus berjuang membantu usaha kalian mengejar cita dan cinta. Tak perlu muluk mengharap duniawi. Mari bersama saja agar kita bisa menjadi manusia pilihan yang bermanfaat untuk sesama. Dengan peduli. Dengan kasih. Dan dengan ilmu yang kita punya nanti.

Semoga kalian bisa menularkan setetes ilmu yang tak seberapa dari kami kepada adik adik kalian. Anak anak kalian, dan siapapun yang membutuhkan.

Adik adik, catatan ini adalah memoar rasa seorang kakak untuk adiknya yang selalu menatap dengan polos. Sebening telaga. Yang mana kalian selalu mengharap limpahan ilmu penuh suka. Meski kadang kalian tak pernah tahu, betapa tak sabar kami menunggu hari minggu untuk bertemu muka dengan kalian anak anak bermata telaga.:')

Hari ini, saya buatkan catatan te
rindah, tentang saya, Anda, dia, mereka, yang telah menjadi satu dalam KITA. Inilah persembahan cinta di hari penuh cinta. 






*Segi Empat Jakarta, Jeda Rasa, 23713sts

 

Selasa, 23 Juli 2013

Gejolak hati (puisi)

Tidur terlelap menanti,
Senang rasa hati termakan waktu,
Kumenunggumu dipelisir pantai impian, sayang

Adakah kau merasakannya jua,
Rindu purnama menyinari relung jiwa,
Kaulah segala-galanya bagiku.

Ya Robb, lindungilah ia dari fitnah juga kesedihan,
Kuatkanlah ketaqwaannya padaMu,
Aku menunggu sabar di balut mega purnama.


Sungguh indah langit itu,
Kugapai mimpi-mimpimu, sayang,
Mahligainya takdir cinta dipenghujung masa.

Bekasi,
di atas doa dan harapan

Langit biru (puisi)

Hanya bisa memandang langit, ingin kutiupkan angin berlalu bersma kenangan,

Aku memandang langit, begitu tenang, ingin rasanya hati setenang awan biru, terbang 
bebas tanpa hambatan, bersama angin aku ingin berbagi cerita kehidupan di bawah sana.

Mentari hanya bisa tersenyum menyambut impianku, dia hanya mengatakan, "sabar".

Ya Allah ke mana lagi aku harus mencari, setitik embun pagi menyejukan keimananku,
Ke mana lagi kudapati ketentraman hati,

Cobaan badai itu pasti terjadi
Awan mendung penuh kilat menghiasi kehidupan ini.

Ke mana lagi aku mesti berlindung ketika badai itu terjadi, hanya udara dingin menyelimuti diri.

Aku berpasrah akan semua ini, menunggu badai berhenti di persimpangan hidup,

Bunga-bunga pun kembali segar, langit begitu cerah, kehidupan kembali semula.

Di atas bebatuan, menunggu impian,
Bekasi,



Puisi, Belum tau judulnya....

Kata "Selamat tinggal " adalah kata yang tidak pantas seharusnya terlontar,
Bersama Angin berlalu hati ini terbawa suasana pantai,
Deburan ombak itu sedang bercerita mengenai kerasnya kehidupan,
Datang perlahan namun keras menerpa bebatuan hingga terkikis,
Hanya bebetuan yang kokoh saja yang mampu mempertahankan bentuknya,

Aku berdiri tegap, kadang ole
Sekali ku tengok kanan dan kiri, ada beberapa orang bermain ombak dengan cerianya,
Ya, orang tua dan anak-anaknya sedang asik menikmati pantai ini, tepatnya menjelang matahhari terbenam,
Tak seharusnya aku berkata kasar padanya, memorial senja berkelabut di pikiranku,
Aku menunduk, tepian ombak megikis pasir seakan menenggelamkan kakiku dalam,

Senyumannya membuat diriku merasa bersalah, bentakan kata-kata dari lisanku menyapu keceriaanya,
Andaikan waktu bisa kembali mundur, tak akan aku melakukannya,
Kali ini cipratan air laut mengenai wajah; dingin namun ada rasa hangat disetiap sentuhannya-ini bukan air laut,
Laut mulai mengganas, ombak semakin kencang menerpa bebatuan, laut mulai pasang...
Aku berteriak sekencang-kencangnya hingga tak ada satu orang pun mendengarkannya.

Aku yang salah, tak seharunya aku menyakitinya; aku merebahkan diri di atas pantai tak peduli air laut menenggelamkan,

Satu-satu orang mulai pulang, tapi ada yang masih menikmati moment indah meatahari terbenam,
Pasir yang lembut serta gemuruh ombak menjadi sebuah tempat yang nyaman untuk menentramkan hati,
Aku mulai merenung, bermuhasabah kepada-Nya.. memandang banyak kesalahan tlah diperbuat.
Sedih juga bersalah,

ng oleh terpaan angin laut,
Hujan bisa jadi tidak pernah mengajarkan apa-apa, hanya terus menurun.Selalu, dan pada saat yang sama di kereta terakhir, orang yang sedang didampingi oleh Isterinya,Perasaan dan keinginan yang terus menumpuk tidak memudar di antara keduanya,Meskipun waktu telah berlalu, awan tidak akan jelas dan air mata dari langit masih belum akan berhenti jatuh.

Kusimpan perasaanku padaMu
Walau ingin sekali banyak yang ingin kuungkapkan lebih kepadamu,
tapi mungkin inilah jalan yang terbaik untuk saat ini,
Aku hanya bisa bercerita dalam diam, ingin sekali aku memperbaiki semuanya,
Matahari sudah terbenam,
Cukup waktu akan menyatakannya, menjadikannya pagi yang sangat indah

Langkah-langkah kecil kita membuat banyak pembelajaran dalam hidup ini,
bersabar dalam pilihan saat ini,
Besok adalah pagi yang sangat cerah yang kunantikan, ku harapkan dirimu juga demikian,
Aku sedang berbicara pada hamparan laut yang sangat luas, begitulah NikmatMu yang tlah Kau berikan,

Aku kembali pulang, meninggalkan pantai yang tenang ini, kembali untuk menyiapkan hari esok,
meninggalkan ukiran senyuman di atas pantai,
suatu saat aku akan kembali lagi, bertemu dengan suasana yang jauh lebih baik

16:00
(Bekasi, 28 April 2013)

WEB KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

Recent Coment

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)
Bagi yang ingin mengulurkan tangan sebagai donatur, silahkan kunjungi grup dan bergabung (Klik Gambar)
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More