Alhamdulillah tulisan saya ini Pernah diterbitkan oleh penerbit Hasfa Media dalam antalogi Bunga Serampai - SERINGKUH
berjalan empat tahun kehidupanku sebagai seorang isteri dari seorang suami yang di jodohkan orangtuaku. Dikaruniai tiga orang anak membuatku semakin bekerja keras mengurus segala kebutuhan rumah tangga ini. Suamiku yang hanya bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik belumlah mencukupi segala kebutuhan; apalagi ketiga anak kami semuanya sudah bersekolah.
Akupun bekerja serabutan sebagai tukang cuci pakaian ataupun sebagai buruh cuci piringpun; demi keluarga aku tidak peduli. Aku sangat mencintai suamiku. Walau dijodohkan oleh kedua orang tua kami masing – masing tapi aku sudah belajar untuk mencintainya; hingga kini aku selalu mendukung dan menyemangatinya ketika dia dalam kegundahan maupun kebimbangan dalam mengambil keputusan. Masukan demi masukan aku berikan dengan penuh kasih sayang dan tulus. Anak – anak juga demikian, aku yang sebagai ummu darosah; pendidik sekaligus Ibu bagi mereka di rumah; mereka membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih. Dipernikahan kami yang ke empat, terasa kerenggangan di antara aku dan suami.
Tidak seperti awal pernikahan dahulu, kecintaan suamiku begitu sangat terasa. Perhatiannya padaku begitu melekat apalagi dengan sentuhan kata – katanya yang puitis, perempuan mana yang tidak tunduk hatinya. Setiap hari bila keluar selalu bersama – sama. Bergandeng tangan seperti orang yang sedang berpacaran pada umumnya. Bagiku sosoknya adalah tipe yang bertanggung jawab dan komitment terhadap keluarga. Namun ada keraguan muncul begitu saja. Ya Allah, aku mencintainya.
***
Ponsel suami tiba – tiba terdengar olehku. “Rupanya suami lupa membawa ponselnya ke tempat kerja” ujar batinku. Sepuluh pesan terlihat belum dibaca oleh suamiku. Aku yang penasaran ingin sekali melihatnya. Takut – takut ada berita penting yang seharusnya suamiku tahu.. Tapi karena penasaran aku membukanya. Betapa terkejutnya aku terbelalak mataku melihat siapa pengirimnya dan begitu juga isinya.
Lima pesan terkirim semalam, sedangkan sisanya subuh tadi.
Hai sayang kamu sudah makan belum?
Aku kangen nih say, kamu kemana sih?
Liburan kita jalan – jalan yuk, sekalian beliin aku baju yang bagus.
Membaca beberapa pesan saja sudah membuat badan ini terkulai lemas. Aku tidak menyangka ada perempuan lain di hati suamiku.
“Kurang apa diriku ini” batinku menjerit.
Aku menyangkal selama empat tahun ini aku sudah memberikan konstribusi lebih banyak kepada suami, dukungan moral dan semangat selalu aku sematkan kepada suami. Pekerjaan tambahan demi menambah pemasukan aku jalani karena aku tidak menyesal menikah dengan dirinya, karena aku tahu suamiku adalah suami yang terbaik dari Allah yang pantas aku cintai. Akupun langsung mempertanyakan tentang pesan tersebut kepada suamiku. Namun jangan sampai anak – anak tahu tentang apa yang terjadi. Yang pasti akan menghancurkan harapan mereka terhadap keluarga ini.
“Mas, apa maksud dari pesan ini?” menyodorkan ponsel padanya. Dia melihatnya, dan hanya bisa menghela nafas panjang dengan masygul.
“Saya tanya sekali lagi Mas, ini maksudnya apa, dan siapa Rani itu? Kekasih Maskah?” tubuh ini bergetar, bulir – bulir air mata ingin rasanya tumpah ruah ingin menangis sejadinya. Tapi demi ketegaran, demi kebenaran, aku ingin mendengarnya terlebih dahulu dari llisan suamiku.
Dia hanya terdiam mematung menatap air mataku yang ingin jatuh. Akhirnya dia angkat bicara.
“Dia mantan pacarku waktu SMA, kami sudah berhubungan sebelum kita menikah” Air mata tumpah seketika, aku menjerit – jerit sejadinya. aku tidak percaya, empat tahun bersama ternyata diam – diam suamiku menghianati cintaku.
Jadi selama ini aku mencintai seorang yang tidak pernah memberikan cintanya dengan tulus. Lalu untuk apa aku mencintainya.
***
Sebulan lebih kami tidak saling berbicara. Menegurpun saja tidak. Ketika makan bersama dengan anak – anakpun hanya menampangkan wajah dingin diantara kami. Aku tahu anak – anak sudah mulai curiga dengan kami; kadang mereka bertanya ada apa dengan kami, aku hanya menjawab, “tidak ada apa – apa” memberikan senyuman bagiku adalah cara tepat untuk mengurangi kecurigaan yang berlebihan dari mereka.
Aku perhatikan ponselnya masih saja berdering di tangannya. Sambil menyembunyikan ponselnya dia membalas pesan itu. Aku tahu, dia masih berhubungan dengan gadis tersebut. Ini sudah menjadi keputusan bulatku. Tidak ada petimbangan lagi. Hanya saja anak – anak, mereka masih membutuhkan sebuah kasih sayangnya.
Sebuah keluarga yang utuh adalah dambaan mereka, tapi itu mugkin tidak bisa terwujud. Hati ini sudah terkhianati dan tersakiti. Biar aku yang menanggung segalanya tentang anak – anak nantinya. Suamiku sedang duduk di depan teras.
Aku bersiap mengutarakan keputusanku padanya. “Saya ingin cerai Mas” suamiku hanya terdiam sambil tersenyum padaku. Aku yang melihatnya menjadi bingung bercampur kesal. “Kenapa Mas tersenyum begitu, apa mungkin Mas sudah menungu saat ini?” bentakku di hadapannya, namun dia tidak bergeming. Tanpa disadari dia sudah berdiri dihadapanku dan memelukku dengan eratnya.
“Maafkan Mas. Mas sudah mengkhianati cinta Dinda. Tolong, beri Mas kesempatan kedua untuk bisa merajut cinta kita menjadi utuh selamanya.” Dia menangis.
“Lalu bagaimana dengan gadis itu Mas, apakah Mas sudah lupa?”
“Mas sudah tidak berhubungan dengannya lagi, dia hanya masa lalu Mas”
“Mas aku mencintaimu”
“Mas juga Dinda” isakan tangisnya terdengar di telingaku. Aku yang awalnya begitu marah tiba – tiba saja luluh begitu saja mendengarnya. Suamiku berbicara tulus, dari hatinya aku tahu itu. Dia mencium keningku.
“Engkaulah bidadari itu sayang” Aku memandangnya lekat – lekat, ponselnya berdering kembali.
Akupun bekerja serabutan sebagai tukang cuci pakaian ataupun sebagai buruh cuci piringpun; demi keluarga aku tidak peduli. Aku sangat mencintai suamiku. Walau dijodohkan oleh kedua orang tua kami masing – masing tapi aku sudah belajar untuk mencintainya; hingga kini aku selalu mendukung dan menyemangatinya ketika dia dalam kegundahan maupun kebimbangan dalam mengambil keputusan. Masukan demi masukan aku berikan dengan penuh kasih sayang dan tulus. Anak – anak juga demikian, aku yang sebagai ummu darosah; pendidik sekaligus Ibu bagi mereka di rumah; mereka membutuhkan perhatian dan bimbingan yang lebih. Dipernikahan kami yang ke empat, terasa kerenggangan di antara aku dan suami.
Tidak seperti awal pernikahan dahulu, kecintaan suamiku begitu sangat terasa. Perhatiannya padaku begitu melekat apalagi dengan sentuhan kata – katanya yang puitis, perempuan mana yang tidak tunduk hatinya. Setiap hari bila keluar selalu bersama – sama. Bergandeng tangan seperti orang yang sedang berpacaran pada umumnya. Bagiku sosoknya adalah tipe yang bertanggung jawab dan komitment terhadap keluarga. Namun ada keraguan muncul begitu saja. Ya Allah, aku mencintainya.
***
Ponsel suami tiba – tiba terdengar olehku. “Rupanya suami lupa membawa ponselnya ke tempat kerja” ujar batinku. Sepuluh pesan terlihat belum dibaca oleh suamiku. Aku yang penasaran ingin sekali melihatnya. Takut – takut ada berita penting yang seharusnya suamiku tahu.. Tapi karena penasaran aku membukanya. Betapa terkejutnya aku terbelalak mataku melihat siapa pengirimnya dan begitu juga isinya.
Lima pesan terkirim semalam, sedangkan sisanya subuh tadi.
Hai sayang kamu sudah makan belum?
Aku kangen nih say, kamu kemana sih?
Liburan kita jalan – jalan yuk, sekalian beliin aku baju yang bagus.
Membaca beberapa pesan saja sudah membuat badan ini terkulai lemas. Aku tidak menyangka ada perempuan lain di hati suamiku.
“Kurang apa diriku ini” batinku menjerit.
Aku menyangkal selama empat tahun ini aku sudah memberikan konstribusi lebih banyak kepada suami, dukungan moral dan semangat selalu aku sematkan kepada suami. Pekerjaan tambahan demi menambah pemasukan aku jalani karena aku tidak menyesal menikah dengan dirinya, karena aku tahu suamiku adalah suami yang terbaik dari Allah yang pantas aku cintai. Akupun langsung mempertanyakan tentang pesan tersebut kepada suamiku. Namun jangan sampai anak – anak tahu tentang apa yang terjadi. Yang pasti akan menghancurkan harapan mereka terhadap keluarga ini.
“Mas, apa maksud dari pesan ini?” menyodorkan ponsel padanya. Dia melihatnya, dan hanya bisa menghela nafas panjang dengan masygul.
“Saya tanya sekali lagi Mas, ini maksudnya apa, dan siapa Rani itu? Kekasih Maskah?” tubuh ini bergetar, bulir – bulir air mata ingin rasanya tumpah ruah ingin menangis sejadinya. Tapi demi ketegaran, demi kebenaran, aku ingin mendengarnya terlebih dahulu dari llisan suamiku.
Dia hanya terdiam mematung menatap air mataku yang ingin jatuh. Akhirnya dia angkat bicara.
“Dia mantan pacarku waktu SMA, kami sudah berhubungan sebelum kita menikah” Air mata tumpah seketika, aku menjerit – jerit sejadinya. aku tidak percaya, empat tahun bersama ternyata diam – diam suamiku menghianati cintaku.
Jadi selama ini aku mencintai seorang yang tidak pernah memberikan cintanya dengan tulus. Lalu untuk apa aku mencintainya.
***
Sebulan lebih kami tidak saling berbicara. Menegurpun saja tidak. Ketika makan bersama dengan anak – anakpun hanya menampangkan wajah dingin diantara kami. Aku tahu anak – anak sudah mulai curiga dengan kami; kadang mereka bertanya ada apa dengan kami, aku hanya menjawab, “tidak ada apa – apa” memberikan senyuman bagiku adalah cara tepat untuk mengurangi kecurigaan yang berlebihan dari mereka.
Aku perhatikan ponselnya masih saja berdering di tangannya. Sambil menyembunyikan ponselnya dia membalas pesan itu. Aku tahu, dia masih berhubungan dengan gadis tersebut. Ini sudah menjadi keputusan bulatku. Tidak ada petimbangan lagi. Hanya saja anak – anak, mereka masih membutuhkan sebuah kasih sayangnya.
Sebuah keluarga yang utuh adalah dambaan mereka, tapi itu mugkin tidak bisa terwujud. Hati ini sudah terkhianati dan tersakiti. Biar aku yang menanggung segalanya tentang anak – anak nantinya. Suamiku sedang duduk di depan teras.
Aku bersiap mengutarakan keputusanku padanya. “Saya ingin cerai Mas” suamiku hanya terdiam sambil tersenyum padaku. Aku yang melihatnya menjadi bingung bercampur kesal. “Kenapa Mas tersenyum begitu, apa mungkin Mas sudah menungu saat ini?” bentakku di hadapannya, namun dia tidak bergeming. Tanpa disadari dia sudah berdiri dihadapanku dan memelukku dengan eratnya.
“Maafkan Mas. Mas sudah mengkhianati cinta Dinda. Tolong, beri Mas kesempatan kedua untuk bisa merajut cinta kita menjadi utuh selamanya.” Dia menangis.
“Lalu bagaimana dengan gadis itu Mas, apakah Mas sudah lupa?”
“Mas sudah tidak berhubungan dengannya lagi, dia hanya masa lalu Mas”
“Mas aku mencintaimu”
“Mas juga Dinda” isakan tangisnya terdengar di telingaku. Aku yang awalnya begitu marah tiba – tiba saja luluh begitu saja mendengarnya. Suamiku berbicara tulus, dari hatinya aku tahu itu. Dia mencium keningku.
“Engkaulah bidadari itu sayang” Aku memandangnya lekat – lekat, ponselnya berdering kembali.
(196 KATA)
Tentang saya : AHMAD KHOIRUL ZUL FITHOR adalah nama pena dari AZMI S.N yang juga merupakan nama Facebooknya. Biasa akrab dipanggil AZZAM oleh teman-teman. Beralamat di Jl. Dewi Sartika Bekasi Timur, Kota Bekasi. Masa SMP pernah dididik di sebuah Ponpes Pesantren Modern di Sumedang bernama Ponpes Modern Al-Aqsha yang bertempatkan di daerah jatinangor. Lulus SMA di Bekasi. Aktifitas sekarang adalah menulis, karena menulis sudah disukai dari waktu masih kecil. Beberapa puisi dan cerpen sudah diikutkan ke beberapa lomba termasuk antologi, dan pada tahun 2010 bergabung dengan FLP Jakarta untuk mengembangkan bakatnya untuk menjadi seoarang penulis Profesional sebagaimana yang dicita-citakannya.
2 komentar:
cerpen yang bagus (y)
hampir aja menangis baca cerpen ini.
:)
Puisi Cinta Sedih Marah Dan Patah Hati | Puisi Cinta Ucapan Selamat Tidur Kren... ! | Puisi Cinta dan Cita Terdampar | Puisi Duka Untuk Gudang Puisi Com | Puisi Indahnya Bumi dan Indahnya Bidadari Bumi | Puisi Indahnya Pagi dan Cantiknya Warna Pelangi | Puisi Jatuh Cintakah Aku Padamu | Puisi Jomblo Bingung Pacaran Susah | Puisi Jomblo Malam Minggu Kelabu | Puisi Karena Cinta Aku Memahamimu dan Memahami Diriku | Puisi Keluh Kesahku dan Cintaku di Sekolah | Puisi Ketika Cinta tak Terbalas | Puisi Lebih baik pernah mencintai dan kehilangan daripada tidak pernah mencintai sama sekali | Puisi Madura Dan Kenangan | Puisi Malam Minggu Kelabu | Puisi Menunggu Hujan dan Rasa Cintamu | Puisi Nasehat Telat Tobat | Puisi Nenek mana anak cucuku | Puisi Rindu Berat Cinta Berkarat
Posting Komentar