About this blog

Rabu, 19 Januari 2011

JODOH TIDAK AKAN TERTUKAR. Episode 1

Ku sadari usiaku sudah menginjak mendekati kepala tiga. Ibu sudah memberi isyarat kepadaku untuk segera menikah. Dalam usiaku kini, kesibukan kuliah sudah menjadi rutinitas keseharian. Tiada kenal lelah bila sudah menjalaninya. Bagiku, menggapai cita-cita menjadi nomor satu. Belum terfikirkan untuk mencari pasangan hidup. Apalagi Ayah sudah tidak ada lagi, dan aku lah yang sekarang menggantikan tugas Ayah untuk menafkahi keluarga ini.

Sudah puluhan calon isteri disodorkan oleh Ibu kepadaku, namun semuanya aku tolak. Entah apa karena sedang fokus menyelesaikan S1 di salah satu Fakultas kedokteran Negeri Jakarta, atau karena tidak ada dari salah satu calon yang aku sukai. Tapi semua aku terima apa yang Ibu usahakan kepadaku. Walau kenyataanya tidak ada hasil bahwa aku suka dengan salah satu calon yang Ibu ajukan padaku.

Setiap hari sebelum aku lekas berangkat kuliah, pasti Ibu selalu mengingatkanku untuk segera mencari pasangan hidup. Aku hanya tersenyum sambil mengiyakannya saja.

“Firman, kamu sudah dewasa..cepat-cepat kamu cari calon pendamping. Biar disisa waktu ibu tidak khawatir akan keadaan kamu yang segalanya penuh dengan kesibukan kuliah. Ibu takut kamu napa-napa, nak”. Getir suara Ibu  membuat hatiku terenyuh.

“Insya Allah Bu, Ibu tenang aja...bukankah Jodoh itu sudah ada yang ngatur, bukankah begitu Bu,?  Ibu mau yang bagaimana,? Mau yang pintar masak biar Ibu selalu mendapatkan hidangan yang lezat, atau ingin yang bisa mengurus segala kebutuhan rumah tangga?” sambil merayu dengan tersenyum manis agar hati Ibu tenang.

Mendengar ucapanku Ibu mulai reda akan gelisahnya.
“iya, Nak... moga kamu mendapatkan apa yang memang pantas buatmu, Ibu hanya mendoakan yang terbaik. Tapi ingat nak, jodoh memang sudah ada yang mengatur, tetapi kalau tidak dicari ya.....”

“Ya apa Bu?”

“Ya tidak dapat dapat,!” Ibu menasehati.

“Hm,, Firman tau itu Bu, Ibu doakan saja ya. Sudah, Firman mau berangkat dulu Bu,”

  Aku langsung meraih tangan kanan Ibu, menyalami dan mengecup keningnya dengan cinta kasih sayang dari anak kepada Ibunya, dan lekas pergi mengucapkan salam.

Sudah pertengahan semester akhir, Ibu selalu mengharapkan calon pendamping untukku. Aku merasa khawatir melihat kondisi Ibu yang sedang sakit. Aku tidak mau kehilangan seorang yang sudah memberikan curahan kasih sayangnya padaku dalam kondisi seperti ini. Benar kata Ibu, sudah waktunya aku untuk segera mencari belahan jiwa yang mampu mendampingi hidupku. Mulai menit dan detik ini, aku akan mencari. Sudah tidak ada waktu untuk menunda-nunda. Yang jadi permasalahan, di mana aku harus mencari. Tidak mungkin kampusku, perempuan disana terlalu bebas pergaulannya. Ibu pasti tidak suka dengan calon isteri yang seperti itu.

Di setiap tengah malam dalam sholat tahajjudnya, Ibu selalu merintih memohon kepada Allah agar diriku ini mendapatkan jodoh yang terbaik di mata Ibu dan di mata Allah. Aku yang hanya mendengar dan mengaminkan, hanya bisa bersimpuh dibalik pintu kamar Ibu sambil menetes air mata.

“Ya Allah wahai Tuhanku, aku mohon bimbinglah diriku untuk menemukan arti cinta, karena kesibukan telah melalaikan diriku. Kiranya berkenankanlah kabulkan setiap doa malam seorang Ibu kepada anaknya, Ya Robb, aku memohon,,Amin”

*****

“Man, lo mau kemana?” tanya Udin padaku.

“Nggak Din Cuma mau ke Perpustakaan kampus aja, emang ada apa?” aku langsung berhenti tepat di depan pintu perpustakaan.

“Man, ada surat undangan. Nih dari anak ROHIS (Rohani Islam) Masjid Al-Falaq,!” langsung memberikannya padaku, “Tadi pagi anak – anak kelas kita menerima undangan itu, disitu dikatakan harap datang pada jam 2 siang selepas sholat dzuhur nanti, nah dikatakan pula hanya dua orang saja perwakilan dari setiap masing-masing kelas.” 

“ah, kamu Din udah seperti moderator saja, langung ke intinya napa Din,” aku hanya tertuju pada amplop undangan itu  yang dimana tulisan alamat surat itu sangat indah. Sepertinya tulisan perempuan.

“ya elah! Kan lo ketua kelas kita, kirim siapa kek yang nanti datang ke sana? maksud gue, Man, Man?! Denger nggak?!” jengkel “Buset ini bocah, gue lagi ngomong, malah ngeliatin amplop” Udin dengan logat betawi yang sangat kental.

“Sorry Din. Habis bagus tulisan tangan alamatnya. Baik, aku dan kamu Din yang akan menjadi perwakilan kelas. Kamu jangan kemana-mana, oke!”

“Waduh! kebangetan lo Man,? Masa kesana pake pakaian beginian?!” aku melihat tampilannya yang hanya mengenakan kaos polos dan celana jeans cokelat belang yang lututnya sudah mau bolong, membuatku ingin tertawa di depannya. Tertahan hingga hanya membuat simpul kecil senyuman diiringi suara cekikikan.

“Pinjam baju sana, ama Somad! Biasanya dia bawa salinan ke kampus. Terus juga celana jangan lupa,,,” terputus.

“Pinjam juga kan?!” Celetuk Udin, “iye gue tau!” dengan raut muka cemberut terpasang, semakin jelas sudah jeleknya muka Udin. Membuatku makin menjadi-jadi. Udin tidak menghiraukanku.

Tiba-tiba, sosok perempuan berjilbab panjang merah jambu keluar dari pintu perpustakaan, dan melintas dengan senyuman yang menawan. Membuatku mematung sekian detik malah terasa berabad lamanya. Yang tadinya ingin tertawa karena mukanya Udin, kini  beralih senyum berkembang di bibirku melihat wajah yang teduh itu. Ingin sekali aku menyapanya, tapi susah !.
Udin yang dari tadi juga memperhatikan perempuan jilbab itu, langsung menoleh ke arahku “Masya Allah Man, sadar, insaf!” Perempuan itu sudah sirna dari pandangan, tapi mata ini masih ada senyumannya. Lamunanku berlanjut.

“Wah, parah nih. Kudu panggil ambulan!” aku yang tersadar mendengar ucapan Udin, “Apa? Ambulan? Emang aku sakit apa Din?!”

“Sakit Jiwa Lo Man,!”

“Din, tadi bidadari atau malaikat ya?” Tanyaku tanpa memperhatikan ucapan Udin.

“Wah tambah sarap!, udah Man, tadi katanya mau ke perpustakaan!” Udin mendorongku masuk ke perpustakaan. Disana tampak tidak ada seorangpun, yang ada hanya dua, tiga orang yang sedang mencari buku. Aku bersandar diantara rak-rak buku yang berjajar. Wajah itu masih menyapaku, walau sedang membaca buku, namun yang terbaca hanya senyuman teduh perempuan berjilbab itu. apakah ini yang namanya jatuh cinta?.  Sebuah pertanyaan untuk hatiku yang sedang berdegup kencang. Udin pergi meninggalkanku. Dia menuju ke kelas untuk meminjam pakaian pada Somad, guna persiapan memenuhi undangan anak ROHIS di Masjid Al-Falaq. Masjid Kampus. Amplop undangan itu masih aku simpan.

*****

Bersambung....
~Ahmad Khoirul Zul Fithor~

0 komentar:

Posting Komentar

WEB KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

Recent Coment

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)
Bagi yang ingin mengulurkan tangan sebagai donatur, silahkan kunjungi grup dan bergabung (Klik Gambar)
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More