About this blog

Selasa, 18 Januari 2011

TAKDIR TUHAN

Aku duduk memandang ke arah lautan terhampar luas. Diringi burung-burung camar berterbangan di pinggiran bukit karang pantai pangandaran. Disana, nampak terlihat keindahan pada rona senja matahari terbenam.  Masih teringat, bersama berlari menyibak ombak laut di tepi pantai. Sungguh hari itu merupakan yang paling berbahagia bagiku. merayakan ulang tahunmu di pantai Pangandaran. Usiamu kala itu sudah 9 tahun, adikku. Aku sebagai kakakmu merasa bangga akhirnya bisa mewujudkan impianmu, berlari di derunya ombak tepi pantai Pangandaran.  “Kak, nanti  liburan kita kesini lagi ya?” dengan senyuman lugu, membuatku tersihir oleh bujuk rayuanmu. Aku pun mengiyakan.  “Iya adikku, kakak janji liburan nanti kita kesini lagi, di pantai pangandaran yang indah ini .”


 **** 
Hari yang dijanjikan, waktu luang bagimu berkunjung kembali ke pantai Pangandaran. Nuansa indahnya tak pernah pudar tertelan masa. Namun kunjungan ini merupakan perpisahan terakhir bagiku akan kehilanganmu.  Siang itu, semua pengunjung tampak ramai bergembira dipinggiran pasir pantai putih, aku hanya duduk saja di sebuah pondopo kecil mengawasimu. Riang sekali dirimu, adikku. Bermain dipinggiran, ombak pasir menyelimuti kakimu yang lincah.  Tiba-tiba! dentuman keras terdengar dari arah tengah-tengah laut. Seperti suara bom meledak ditengah lautan. Sejurus kemudian air laut surut begitu saja, semua pengunjung hanya bisa terdiam melihat fenomena yang janggal itu, dan dari kejauhan terlihat gumpalan hitam bergulung-gulung dengan suara gemuruh yang memberingas. Sebuah tsunami berketinggian lima meter ingin menelan dan menerjang pantai pangandaran. Semua berlari tanpa arah dan tujuan, semua panik. Yang ada dalam fikiranku waktu itu adalah, “diamana kau, adikku?!”. Berteriak harap dapat menemukanmu.  Semua hanyut tersapu kerasnya ombak menerpa.  Seketika semua tampak hening. 


**** 
Berselang jam kemudian, aku baru ditemukan di tindihan serpihan puing-puing. Nuansa yang indah kini terkoyakan. Mayat bergeletakan dimana-mana. tiada bangunan yang berdiri kokoh. “dimana kau, adikku?”. Hanya buncah tak tertahankan. Aku berteriak sekerasnya memanggil nama Tuhan. Tak peduli orang-orang melihat kelakuanku. Aku hanya memohon kembalikan apa yang aku sayangi. Adikku.  Terkadang keindahannya tak dapat aku mengerti, mengapa begitu indah? Bahkan keindahan itu mampu menghilangkan segala yang ku sayang. Biarkan, mungkin ini sudah takdirNya. Air mata menetes ke bumi. Aku terus memandangi lautan pantai Pangandaran yang kini sudah indah kembali. Akankah terulang kembali? Semua rahasia Tuhan. 

0 komentar:

Posting Komentar

WEB KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

Recent Coment

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)

KOPAJA (Komunitas Peduli Anak Jalanan)
Bagi yang ingin mengulurkan tangan sebagai donatur, silahkan kunjungi grup dan bergabung (Klik Gambar)
Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More